Para influencer seringkali menjadi jembatan budaya, memperkenalkan cita rasa otentik dari satu negara ke negara lain. Namun, apa jadinya jika hidangan favorit yang dikenalnya secara mendalam justru tersedia dalam versi instan yang mengecewakan di negara asalnya?
Inilah pengalaman seorang influencer asal Jerman yang dikenal sering mengunjungi Indonesia. Berbekal kerinduan akan rasa Nasi Goreng yang ia nikmati di Indonesia, ia memutuskan untuk mencoba Nasi Goreng instan yang dijual di Jerman. Hasilnya? Sebuah ketidakpuasan terhadap Nasi Goreng instan tersebut.
Ekspektasi Versus Realita
Ketika nasi goreng instan tersebut sudah dimasak dan siap dihidangkan, perbedaan visualnya dengan nasi goreng otentik Indonesia langsung terlihat jelas. Warna yang pucat, tekstur yang cenderung lembek, dan penampilan yang kurang menggugah selera menjadi kekecewaan pertama.
Nasi goreng dikenal dengan warna kecoklatan yang pekat dari kecap manis, aroma bumbu yang kuat, dan penampilan yang kering. Namun, versi siap saji ini gagal menghadirkan karakteristik visual tersebut, menimbulkan keraguan besar sebelum suapan pertama.
Komposisi yang Tidak Biasa: Ketika Lauk Mengalahkan Nasi
Puncak dari kejanggalan produk ini adalah pada komposisi porsinya. Dalam Nasi Goreng khas Indonesia, nasi adalah bintang utamanya. Namun, produk instan ini justru menampilkan rasio yang tidak seimbang antara jumlah lauk-pauk (seperti potongan daging, sayuran, atau isian lainnya) yang jauh lebih dominan dibandingkan dengan porsi nasinya sendiri.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai standar resep dan target pasar produk tersebut. Alih-alih mendapatkan Nasi Goreng, konsumen ini merasa seperti memakan tumisan lauk yang dicampur dengan nasi.
Rasa yang Tidak Sesuai
Jika penampilan sudah mengecewakan, rasanya pun tidak mampu menyelamatkan keadaan. Menurut pengalamannya, cita rasa Nasi Goreng instan tersebut terasa hambar, dingin, dan kehilangan semua unsur rempah yang membuat Nasi Goreng menjadi hidangan mendunia. “Rasanya jelek”, ucap influencer asal Jerman tersebut.
Bumbu dasar seperti bawang merah, bawang putih, terasi, dan kemiri, yang seharusnya menciptakan rasa yang khas, nyaris tidak terasa. Pengalaman ini menegaskan betapa sulitnya mereplikasi kompleksitas rasa masakan Indonesia ke dalam format makanan instan untuk pasar luar negeri, seringkali demi menyesuaikan dengan selera atau regulasi setempat.
Tantangan Otentisitas Kuliner Nusantara di Mancanegara
Kisah Nasi Goreng instan yang viral ini bukan sekadar keluhan pribadi, melainkan cerminan dari tantangan besar yang dihadapi produk kuliner Indonesia ketika diproduksi secara massal di luar negeri. Meskipun tujuannya mulia—membawa kekayaan rasa Indonesia ke seluruh dunia—pengorbanan terhadap otentisitas rasa dan komposisi demi efisiensi produksi atau penyesuaian pasar seringkali berujung pada kekecewaan bagi konsumen yang tahu rasa aslinya.
Solusi Nasi Goreng Instan yang Otentik
Berbeda dengan versi luar negeri yang mengecewakan, Ralalifood menghadirkan Nasi Goreng instan dengan berbagai varian rasa khas Indonesia. Produk ini dikemas praktis untuk mendukung aktivitas sehari-hari, tanpa mengorbankan cita rasa asli Nusantara.
Dengan begitu, penikmat kuliner tetap bisa merasakan autentisitas nasi goreng Indonesia, kapan pun dan di mana pun.
